Alat Sederhana Yang Membantu Guru Meregulasi Emosi
Perubahan zaman yang terjadi akibat melewati beberapa fase pandemi membuat banyak orang menjadi semakin individualis. Interaksi yang terbatas membuat kita semakin sulit berekspresi mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.
Secara tidak sadar kita telah terbiasa untuk mengabaikan emosi. Kebiasaan mengabaikan emosi yang terjadi dari waktu ke waktu dapat memicu kecemasan, ketakutan, bahkan kemarahan yang meledak-ledak. Beberapa orang mungkin akan menarik diri secara sosial atau bahkan sebaliknya melibatkan orang lain untuk menjadikanya sebagai objek pelampiasan emosi negatif. Tentunya hal ini sangat berbahaya untuk profesi pengajar seperti kita yang membutuhkan kemampuan bersosialisasi dalam bekerja.
Mengabaikan emosi tidak hanya membuat suasana hati terganggu, tetapi juga dapat mengganggu aspek kehidupan lainnya. Perasaan yang secara terus menerus dipendam akan berakibat pada penumpukan emosi yang berakhir pada stres berkepanjangan. Namun pada kenyataannya, banyak orang dari profesi kita tidak memahami hal tersebut, bahkan beberapa dari mereka telah terbiasa hidup dengan perasaan yang tidak mampu mereka kendalikan sendiri.
Pada dasarnya emosi adalah sesuatu yang harus kita terima, bukan kita tolak atau kita hindari, yang seharusnya kita lakukan adalah meregulasi emosi. Caranya dengan menemukan alat untuk memproses emosi tanpa harus tenggelam dalam perasaan yang kita rasakan. Meregulasi emosi berkaitan dengan kemampuan kita dalam mengatur emosi diri. Tergantung bagaimana cara kita mengurangi atau bahkan menaikkan intensitas emosi sesuai dengan kebutuhan kita masing-masing.
Memberi Label Emosi Kita Secara Akurat
Dalam meregulasi emosi, kita harus mampu memahami perasaan yang kita rasakan terlebih dahulu. Untuk mulai mengetahui emosi secara akurat, kita bisa menggunakan teori Roda Emosi dari Robert Pluthick. Dalam teori Roda Emosi, Pluthick menyederhanakan emosi dengan mengkategorikannya dalam delapan kategori utama yang terdiri dari: kegembiraan (joy), penerimaan (acceptance), ketakutan (fear), keterkejutan (surprise), kesedihan (sadness), kemuakan (disgust), kemarahan (anger), antisipasi (anticipation). Dengan memahami emosi sesuai dengan kategori tersebut, kita akan lebih mudah dalam memahami emosi yang kita rasakan.
Seiring berjalannya waktu, kita dapat mengenali bahwa emosi lain yang mungkin terjadi setiap hari adalah campuran dari delapan emosi dasar tersebut. Pemahaman ini juga dapat membantu kita mengidentifikasi pemicu emosional yang mungkin terjadi. Hal ini juga diperlukan sebagai perencanaan untuk kita dapat memberi respon yang positif jika kita telah memahami perasaan masing-masing.
Empat Langkah Meregulasi Emosi
Kita dapat mulai mencoba meregulasi emosi dengan menggunakan empat langkah berikut
Langkah 1 situasi (situation): Jelaskan situasi atau peristiwa yang memicu emosi misal sebuah kritikan atau situasi tertentu. Dengan memahami peristiwa pemicu emosi, kita akan lebih mudah menerima situasi yang terjadi.
Langkah 2 perhatian (attention): Pada tahap ini, kita memberikan perhatian terhadap situasi yang kita rasakan. Dengan memberi perhatian pada situasi yang terjadi, kita dapat mengkategorikan emosi yang kita rasakan sesuai delapan kategori emosi menurut Pluthick. Dengan hal ini kita akan menerima situasi yang kita alami.
Langkah 3 penilaian (appraisal): Pada tahap ini, kita memberi penilaian atas emosi yang dirasakan. Apakah termasuk dalam emosi negatif atau emosi positif
Langkah 4 tanggapan (response): Berikan respn atau tanggapan atas emosi yang dirasakan. Dengan hal ini kita dapat mengontrol respon atas emosi yang kita rasakan.
Empat langkat tersebut jauh lebih efisien dan mudah untuk diterapkan setiap hari karena sesuai kebutuhan. Dengan lebih memperhatikan situasi dan emosi yang kita rasakan dapat mengubah cara kita dalam memberikan respon atas apa yang kita rasakan dari waktu ke waktu. Kita akhirnya belajar bagaimana menaklukkan sisi emosional dan merespons situasi dengan cara yang lebih baik.
Pertanda bahwa kita berhasil meregulasi emosi
Ada beberapa pertanda yang dapat kita jadikan patokan jika kita telah berhasil meregulasi emosi. Yakni saat kita mampu memahami perasaan dari dalam diri kita, secara sadar kita telah menyadari bahwa kita sedang merasa kecewa, marah, sedih, atau bahkan senang. Kemudian dengan mudah kita bisa mengeluarkan respon yang tepat atas emosi yang kita rasakan dengan intensitas yang lebih kecil. Hal tersebut dapat memperkecil kemungkinan terjadinya konflik antar individu. Apabila kita telah berada di tahap tersebut, berarti kita telah berhasil meregulasi emosi. Secara langsung kita telah berhasil menerima apa yang kita rasakan tanpa harus menghindarinya.
Meregulasi emosi memang bukanlah perkara yang mudah. Selain membutuhkan pelatihan yang konsisten, kita juga harus memperhatikan setiap aktivitas dan kebutuhan fisik yang dapat berpengaruh pada tingkatan emosi kita. Sebisa mungkin kita harus menghindari aktivitas yang dapat memunculkan emosi negatif. Terkadang apa yang kita lihat di laman sosial media atau berita-berita online seringkali memicu tumbuhnya emosi negatif. Sebisa mungkin kita harus mampu mengontrol apa yang kita lihat. Karena semakin kita membiasakan untuk melihat hal-hal baik di media online, semakin kita dapat mengontrol perasaan kita agar selalu positif.
Tak hanya itu, kita juga harus mampu mengatur sugesti didalam diri kita, salah satunya dengan menerapkan bahwa,
“saya memang tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi, tetapi saya bisa mengendalikan bagaimana cara saya dalam menanggapi suatu hal."
Aulia A.
What's Your Reaction?