"Jangan Lupa Mengetuk Pintu Langit"
Prof Ir Mohammad Khairudin, MT, PhD.
Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta
Udin, panggilan akrab Mohammad Khairudin, baru saja dikukuhkan menjadi Guru Besar di Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), 8 Agustus lalu. Saat itu dia menyampaikan pidato pengukuhan berjudul Teknik Navigasi Autopilot Mobile Robot dengan Kecerdasan Buatan.
Bukan jalan mudah untuk mencapai predikat itu. Lewat perjuangan dan pengorbanan cukup panjang, Khairudin mampu mengubah nasib. Ia berasal dari keluarga miskin. Tinggal di Desa Balapulang Wetan, Kacamatan Balapulang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Ayahnya seorang tukang kayu, ibunya tiap pagi berdagang nasi untuk sarapan di teras rumah. Tak banyak penghasilan mereka.
Khairudin anak bungsu dari tujuh bersaudara. Dia lahir pada 12 April 1979 dari pasangan almarhum Samsidin dan Wari. Kakak-kakaknya hanya tamatan SD dan MTS karena pada saat itu terkendala biaya sekolah.
Udin memulai sekolah di SDN 05 Balapulang Wetan dan dilanjutkan di SMP N 1 Balapulang. Sedangkan untuk pendidikan menengah dilanjutkan di sebuah SMK di Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Sejak kecil Udin sudah suka membaca buku. Saat masih sekolah di bangku SMP, dia sering belajar hingga ketiduran di meja. Sampai-sampai saat bangun, hidungnya kotor karena kena lampu minyak atau ceplik.
Kakaknya, Muhammad Said, bercerita Udin memilih sekolah SMK di Purwokerto karena banyak yang menganggap remeh kedua orang tua yang kebetulan miskin. Namun diam-diam Udin menyimpan cita-cita yang besar. Sejak masuk SMK Khairudin bercita-cita menjadi guru besar. "Kalau untuk cita-cita menjadi profesor itu muncul sejak sekolah SMK. Jadi saat itu di setiap buku pelajaranya di sampul depannya pasti ditulis dengan nama “Profesor Moh. Khairudin dari Balapulang, Kabupaten Tegal”. Sekarang dia mewujudkannya," kenang Said.
Pada saat itu saudaranya sempat membantu biaya sekolah ala kadarnya. Ia ambil STM jurusan Elektro. Pikirnya begitu lulus ia bisa mencari pekerjaan untuk membantu orang tua dan saudara-saudaranya.
Namun nasib bicara lain. Begitu lulus SMK, pada 1998, Udin terpaksa meneruskan kuliah. Tak ada pilihan lain karena waktu itu terjadi krisis dan situasi ekonomi lagi morat-marit (berantakan). Cari kerja susah karena tidak ada lowongan. Khairudin tak punya pilihan selain melanjutkan sekolah. Bismillah, Udin ikut seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Ia pilih jurusan elektro di IKIP Yogyakarta (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta). Kenapa pilih jurusan elektro? "Saya straight forward saja, kaca mata kuda. Karena STM ambil elektro ya kuliah pilih elektro juga."
Lolos seleksi, ia ambil bekal seadanya. Pakaian, kaos, handuk, sarung, semua dimasukkan dalam tas ransel. Naik bus ke Yogyakarta untuk daftar ulang. Sampai di Karangmalang, lokasi UNY, ia langsung ke masjid kampus. Sejak awal ia memang meniatkan diri untuk tinggal di masjid karena tidak ada biaya untuk kos, atau tinggal di asrama. Namanya juga masjid kampus tentu ada segudang aktivitas. Sangat sibuk. Satu bulan tinggal di situ ia banyak berpikir, bagaimana caranya untuk agar bisa menata diri. Udin tidak mau fokus belajarnya terganggu. Kebetulan ada seorang senior yang mengajak Udin ke Masjid Al Amin di Condongcatur, kira-kira 5 kilometer dari kampus Karangmalang. "Saya manut-manut saja."
Di situ ia diajak tinggal, tentu dengan kewajiban memelihara masjid, membersihkan semua sudut, menyiapkan sholat berjamaah, kadang-kadang menjadi muadzin atau jadi imam.
Kisah ini bisa Anda baca tuntas di majalah SahabatGuru edisi 27 September 2020.
Untuk berlangganan dapat menghubungi: [email protected]
Atau WA:
Asha Syamniar +62 888-8623-408
Arsi Dwiyani +62 822-5544-4050
What's Your Reaction?