Menyudahi Krisis Keteladanan

Jun 17, 2023 - 02:54
 0
Menyudahi Krisis Keteladanan
Foto ilustrasi di Freepik

Berbagai upaya muncul sebagai gagasan visioner Mas Nadiem, mulai dari program merdeka belajar, isu moratorium ujian nasional, sampai pada hal situasional di lingkup sekolah yakni penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran. Tidak ada yang salah dengan upaya tersebut selama didasarkan pada kebutuhan obyek pendidikan bukan pada kepentingan atas nama kebijakan. Gaung semangat di awal kinerja memang sangat menarik untuk dibahas, namun hendaknya berbagai pihak terkait juga melihat fakta lapangan dan memetakan hal apa yang saat ini dibutuhkan guna memperbaiki kondisi ruang pendidikan negeri ini.

Di era kekinian jangan khawatir dengan fasilitas ruang belajar, IT sebagai penunjang pembelajaran, akses jalan sebagai sarana mempermudah pembelajaran, bantuan operasional pendidikan, bantuan alat peraga pendidikan, dan sejenisnya. Justru yang menjadi kronis saat ini di dunia pendidikan kita adalah keteladanan. Keteladanan menjadi barang mahal, tak tersentuh harganya bagi siapa saja yang merindukan perubahan moral. Keteladanan menjadi pengobat dahaga bagi siapa saja yang saat ini haus terhadap perubahan positif tingkah laku baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

Berapa banyak oknum guru yang akhirnya menumpahkan noda hitam pada institusi keguruannya dengan berbagai tindakan amoral, berapa banyak oknum legislatif yang akhirnya menjadi pesakitan bahkan sampai penghuni hotel prodeo, berapa banyak dari orang tua yang merasa asing di hadapan anak-anaknya, berapa banyak anggota masyarakat yang akhirnya tersisih karena kurang cakapnya dalam me ngelola ego, juga berapa banyak peserta didik kita yang tidak menemukan keteladanan dari figur guru, orang tua, bahkan publik figur hingga terjerembab dalam tindakan-tindakan anarki dan hilanglah kesempatan belajar dan berkembang.

Kekhawatiran tentang krisis keteladanan sudah menjadi kenyataan, oleh karenanya Mas Nadiem menyasar merdeka belajar dengan menawarkan konsep terbarunya, hendaknya juga bisa memasukan konten keteladanan dalam muatan kebijakan. Pertanyaannya, apakah ada yang kurang dengan proses pembelajaran yang saat ini sudah berjalan? Ataukah ada formula baru yang bisa mengobati haus keteladanan di ruang pendidikan saat ini?

Jika ditelisik tentang seberapa penting penghapusan ujian nasional, penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran, atau gagasan visioner lain hendaknya skala prioritas pembenahan moral melalui keteladanan harus menjadi perhatian bersama. Kalaupun ujian nasional dianggap tidak signifikan dalam mempengaruhi pola pikir peserta didik hendaknya prinsip tinjau ulang perlu dilakukan oleh semua pihak. Juga konsep penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran atas kehendak kebijakan bukan fakta di lapangan hendaknya juga menjadi objek pembahasan.

Untuk menata dan menyiapkan generasi yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional hendaknya semua unsur pendidikan introspeksi diri. Bagi kalangan pencetus kebijakan, sudahkah melakukan terobosan yang mengakomodasi pesan keteladanan? Bagi pakar akademisi pengolah kebijakan, sudahkah melakukan terobosan visoner yang menempatkan pesan keteladanan? Bagi pelaksana teknis kebijakan, sudahkah melakukan uji kelayakan muatan yang mengakomodasi pesan keteladanan bagi peserta didik? Jika sudah, sekolah sebagai lembaga eksekutor kebijakan dari pihak terkait sudah seharusnya menggunakan acuan dasar tersebut untuk membentuk karakter generasi yang kita harapkan dengan prinsip dasar keteladanan.

Ada banyak langkah yang bisa kita lakukan dalam upaya menumbuhkan kembali keteladanan bagi peserta didik kita. Pertama, perbaiki sikap keseharian kita. Sebagai manusia dengan label makhluk sosial tanpa melihat status profesi dan latar belakang lainnya, memiliki salah dan khilaf merupakan kewajaran. Namun menyadari bahwa memberikan keteladanan positif kepada peserta didik di sekolah, anak dalam lingkungan keluarga, tetangga dalam lingkungan masyarakat jauh lebih penting. Dengan memperbaiki sikap melalui komunikasi dan interaksi akan meyakinkan orang lain untuk meneladani perilaku positif yang kita lakukan.

Kedua, bentuk mindset positif dalam bersosialisasi. Sebagai makhluk sosial manusia tidak mungkin akan hidup secara individu. Secara pasti manusia satu dan yang lainnya akan saling membutuhkan dalam segala hal. Problem besar saat ini adalah saat kita di jalan kita melihat segerombolan anak usia sekolah berpakaian lusuh (maaf ), bernuansa hi- tam, dan identitas lainnya. Ini adalah bentuk sosialisasi yang akan membentuk mindset negatif. Bukan bermaksud menjustifikasi kelompok tertentu, namun inilah kenyataannya. Di saat anak seusia mereka menikmati sajian pembelajaran di sekolah, mereka justru asik bergerombol tanpa alur dan tujuan yang pasti. Dengan demikian hak belajar mereka akan hilang. Oleh karenanya dalam bersosialisasi hendak- nya melandasinya dengan nilai-nilai kemanfaatan. Siapapun kita, di manapun kita berada, apapun kesempatannya hendaknya memanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat. Dengan demikian generasi kita nantinya akan mampu meng- klasifikasi kelompok sosial mana yang berorientasi pada perilaku positif maupun negatif sehingga krisis keteladanan akan segera teratasi.

Dan yang ketiga, siapapun yang mengajarkan kebaikan, jadikan dia sebagai guru. Hidup di era milenial dengan berbagai perubahannya telah membawa kita pada sikap selektif dalam segala hal, terlebih saat anak-anak kita mulai memasuki usia pertumbuhan, saat peserta didik kita mulai mencari jati diri sebagai bagian dari masyarakat. Di kondisi itulah anak-anak kita, peserta didik kita, dan generasi kita membutuhkan sosok teladan yang membawa pada nuansa kebaikan. Oleh karenanya prinsip“ Di manapun kita berada selama itu ada kebaikan, jadikan itu sebagai sekolah. Dan siapapun yang mengajarkan kita kebaikan, jadikan dia sebagai guru kita”. Dengan membangun mindset yang demikian kita akan mampu memilih sosok mana yang mampu memberikan teladan dan insipirasi atas prestasi kita nan- tinya.

Semakin beratnya tantangan zaman semoga upaya kita dalam memerdekakan belajar hendaknya juga memperhatikan prinsip memanusiakan manusia agar sinergi utuh untuk membangkitkan lagi nilai-nilai keteladanan melalui zona pendidikan akan terwujud. Karena pemuda hari ini adalah pemimpin di masa mendatang.

Semoga.

 

Ariyadi, S.Pd.I

Guru PAIBP SMA Islam Al Azhar 15 Kalibanteng, Semarang

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow

Sahabat Guru Inspirasi Indonesia Maju