Fokus Proses, Berhenti Mengejar Hasil!
Sahabat guru, sejak lahir kita telah dibiasakan dengan kebiasan untuk tidak mudah puas begitu saja. Seringkali keinginan untuk mencapai sesuatu yang belum kita dapatkan adalah murni berasal dari diri kita, tetapi juga bisa berasal dari pengaruh orang-orang di sekitar kita semasa kita kecil.
Manusia dasarnya diciptakan untuk hidup bersama dan saling mempengaruhi dalam bertindak dan berfikir satu sama lain. Hal itu juga terkadang membuat kita memiliki keinginan-keinginan yang sejatinya kita sendiri tidak terlalu membutuhkan hal itu. Ada banyak tuntutan-tuntutan dari luar yang secara tidak langsung memaksa kita agar terlihat normal seperti manusia lain pada umumnya. Hal ini memicu munculnya tuntutan-tuntutan seperti tuntutan untuk menjadi pintar, berpenampilan menarik, sukses, dan sebagainya.
Sebagai contoh ketika kita kecil ada dorongan dari orang tua yang memaksa kita menjadi pintar di sekolah. Nilai matematika harus bagus, harus masuk lima besar juara kelas, jika nilai jelek dimarahi. “Kamu nilainya kok jelek? Kamu banyak main HP ya? Kamu malas sih!” hal ini seringkali memaksa kita untuk mengupayakan segala cara untuk meraih pencapaian yang terkadang kita sendiri tidak terlalu menginginkan hal itu. Hingga akhirnya terbiasa dengan pola pikir purba yang berfokus pada nilai karena orang hanya akan melihat apa yang bisa dilihat yaitu nilai.
Pemikiran-pemikiran purba inilah yang seharusnya dapat kita ubah sebagai seorang pendidik. Di rumah sebagai orangtua yang mendidik anak sendiri dan di sekolah sebagai guru yang mendidik banyak siswa. Tanamkan bahwa nilai bukan sebagai tolak ukur keberhasilan. Kemenangan juga bukan tujuan akhir. Namun langkah sederhana untuk mencapai perubahan agar menjadi lebih baik adalah yang terpenting.
Sebagai seorang pendidik kita harus mampu berorientasi pada tujuan dengan menerapkan pola pikir bahwa kemenangan bukanlah fokus utama tetapi bonus tambahan. Sedangkan fokus utama kita adalah menyiapkan generasi pejuang yang dapat bersaing dengan benar. Menang dan kalah keduanya hanyalah sebuah kedudukan. Baik itu menang atau kalah keduanya dapat kita lihat sebagai suatu proses untuk belajar dan bertumbuh.
Seseorang yang berfokus pada proses memiliki mental “warriors” atau kita sebut sebagai seorang pejuang. Sedangkan seseorang yang berfokus pada nilai kita sebut sebagai seorang pemenang. Dilansir dari playerdevelopmentproject.com dari tulisan Reed Maltbie yang berjudul “The Path to Excellence: Developing Warriors not Winners”. Dijelaskan bahwa seseorang dengan mental pejuang termotivasi secara internal atau dari dalam diri mereka sendiri sedangkan seorang pemenang termotivasi dari luar diri mereka.
Seorang pejuang didorong oleh tujuan, sedangkan seorang pemenang didorong oleh keinginan untuk mendapatkan tropi dan keinginan untuk dapat berdiri di atas mimbar dengan hadiah di tangan mereka. Seorang pejuang didorong oleh tujuan batin yang berasal dari kebutuhan untuk mencapai keunggulan dengan segala usaha yang dilakukan dan kemampuan untuk menguasai diri sendiri. Inilah sejatinya yang disebut sebagai pemenang sesungguhnya. Seseorang dengan mental pejuang akan menang melawan dirinya sendiri dimasalalu dan melawan kemalasannya sendiri. Mereka akan menang untuk dirinya sendiri, dan cukup dirinya sendiri pula yang mengetahui.
Sahabat guru, perlu kita ketahui bahwa seorang pendidik yang hebat adalah seorang pendidik yang mampu membawa anak-anaknya menjadi seorang pejuang, bukan seorang pemenang. Kita harus berfokus pada bagaimana anak-anak dapat berproses dengan baik, merubah dirinya sendiri melawan kemalasan dalam diri mereka. Karena sejatinya semua pejuang adalah pemenang tetapi tidak semua pemenang adalah pejuang. Dan sudah menjadi tugas kita untuk mempersiapkan generasi pejuang yang kokoh, bukan pemenang yang kosong.
Aulia A.
Referensi :
Maltibie, R. 2016. “The Path to Excellence: Developing Warriors not Winners”, (Online), https://playerdevelopmentproject.com/path-excellence-developing-warriors-not-winners/
What's Your Reaction?
