Menjadi Teladan: Sebuah Inovasi Tiada Henti

Kehilangan teladan, adalah sumber masalah yang besar bagi sebuah peradaban. Pergolakan zaman semakin gejolak, krisis identitas semakin meretas, degradasi moral dan akhlak semakin mereduksi. Berbagai tuntutan semakin nyata, sedangkan permintaan dan pengharapan hanya dijatuhkan pada mereka yang saat ini berusaha untuk berdiri kokoh di hadapan generasi umat.

Nov 10, 2024 - 22:42
 0

Kehilangan teladan, adalah sumber masalah yang besar bagi sebuah peradaban. Pergolakan zaman semakin gejolak, krisis identitas semakin meretas, degradasi moral dan akhlak semakin mereduksi. Berbagai tuntutan semakin nyata, sedangkan permintaan dan pengharapan hanya dijatuhkan pada mereka yang saat ini berusaha untuk berdiri kokoh di hadapan generasi umat.

Menjadi pendidik, sekali lagi bukanlah menjadi satu-satunya profesi yang bisa menyelamatkan kondisi finansial keluarga. Salah tafsir, bila menjadi guru adalah salah satu acuan untuk dilakukan untuk menyelamatkan hidup kita sendiri. Menjadi guru, memanglah menjadi salah satu cara menyelamatkan hidup generasi anak cucu, dalam jangka tempo peradaban yang panjang. Bila tak kuasa dan karsa menjadi teladan. Hancurlah, hancurlah sebuah masa. “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”[1]

Facing the front with your arms folded, the old classroom regime | Nostalgia

Tugas seorang guru, secara makna sempit. Memang bertugas untuk mengajar di lingkungan madrasah. Lebih luas lagi, mengajar dan mendidik bukan hanya tentang kualitas dan kuantitas materi pelajaran yang ada dalam modul ajar. Mendidik dan mengajar, adalah tugas keteladanan. Seseorang yang belajar, wajiblah mengajar. Kegiatan belajar, bukan hanya sampai menjadi doktor atau profesor, prosesnya seumur hidup. Sehingga, tugas mengajar-pun demikian. Artinya, menjadi seorang guru adalah keharusan yang mutlak. Mengajar, bukan soal ilmu kering. Keteladanan itulah yang menjadi inti dari segalanya.

Sering kali, kami mencurahkan dan mengkritik tentang sistem ataupun pergantian kurikulum oleh pemerintah. Resah, belum menuntaskan dan lulus dari evaluasi. Kemudian kembali beradaptasi dengan hal baru. Ketimpangan dan kebingungan senantiasa terjadi. Berbagai opini kami yang dimuat, sejak pandemi hingga kini secara konsisten membahas tentang ekosistem pendidikan yang berganti. Keresahan itu kerap muncul, karena ketidaksesuaian kebijakan pemerintah dengan hasil di lapangan. Tuntutan lapisan masyarakat selalu ada, tapi peraturan dan keputusan pemerintah yang membungkam.

Lantas, masyarakat hari ini berkacak pinggang dan kembali bertanya. Inovasi apa yang tepat untuk keberlanjutan masa depan suatu generasi anak didik kami di Madrasah? Keteladanan, berkarakter profetik. Setiap guru dan tenaga pendidik diharapkan menanamkan karakter sebelum menuai dan membentuk suatu kebiasaan menjadi pembiasaan. Integritas, kredibilitas, akuntabilitas, dan cerdas. Hanya pengalihan istilah dari siddiq, amanah, tabligh dan fathanah. Keteladanan yang harus dimiliki oleh setiap guru dan pengajar dimanapun berada. Guru yang memiliki ruh yang baik, senantiasa melahirkan jiwa pendidik dan anak didik yang baik. Tanpa didasari sebuah ruh, metode pembelajaran hanya sebuah metode. Modul ajar hanyalah sebuah skenario. Kurikulum adalah sebuah rancangan dan batasan yang dibuat untuk bisa mencapai tujuan. Kering, dan susah untuk menyerap sebuah ilmu dan pembelajaran, “... sedangkan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit.”[2]

Menjadi teladan, tidaklah bisa dilalui dengan proses yang singkat. Bukan hanya berbekal suatu kerja keras. Kalaulah bukan karena kedekatannya dengan Maha Pencipta, tidaklah bisa diraih tujuan-tujuan yang tepat untuk bisa menghadapi kerasnya kehidupan. Guru-guru yang teladan, senantiasa disiapkan agar bisa memperbaiki persoalan-persoalan yang sulit menemukan jawaban. Kesukaran itu, bukanlah sepenuhnya salah anak didik atau orang tua. Tapi, hadirnya ruhul mudarris sebagai tonggak dan fondasi dasar. Ketidaksiapan suatu generasi di masa yang akan datang, bergantung pada ketidaksiapan kita sebagai guru dan pendidik, di masa-masa indah seorang pembelajar.

Mengutip dari pujangga arab, Asy-Syauqi. “Sambutlah sang guru, dan berikan penghormatan untuknya. Hampir-hampir seorang guru menjadi seorang Rasul, (atau menyamai fungsi dan kedudukannya)” Bahwa seorang guru, pantas dan selayaknya menjadi teladan. Bukan hanya di hadapan murid-muridnya. Tetapi, juga ayah ibu dari muridnya, tetangganya, saudara-saudaranya, bahkan anak kandungnya. Setiap dari kita, adalah seorang guru. Setiap dari kita, bertanggung jawab untuk bisa menjadi teladan.

Semoga kita semua senantiasa menjadi guru yang bisa menjadi uswah hasanah, agar kelak bisa mendidik dan menjadi pilar umat, sebelum akhirnya menjadi catatan di akhirat. Banyak hal yang perlu diperbaiki, ragam macam masalah anak kita hari ini bisa teratasi, bila kita mau untuk sadar sedari dini.

 

 



[1] HR. Al Baihaqi

[2] QS. Al Isra: 85

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow

Nuhbatul Fakhiroh Maulidia Tidak ada karya terbaik, karya terbaik adalah karya selanjutnya.