GELIAT GURU HADAPI DIGITALISASI DI MASA PANDEMI
Tak dapat dipungkiri bahwa masa pandemi telah mengubah banyak sektor kehidupan. Mulai dari ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan, dan utamanya kesehatan. Benturan dan ombang-ambing badai Covid-19 menjadi pandemi yang nyaris sulit dikendalikan perluasannya. Sebagian besar aktivitas manusia pun melemah. Kebebasan untuk hidup dan mempertahankan hidup terkungkung dalam ketidakamanan, ketidaknyamanan, keserbasalahan, dan cekaman ketakutan. Kondisi tersebut berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Sehingga meninggalkan bekas trauma yang tidak mudah hilang dalam waktu cepat.
Tak terkecuali sektor dunia pendidikan. Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang terdampak cukup luas. Beberapa kebijakan pemerintah melalui menteri pendidikan telah dikeluarkan. Satu di antara kebijakan yang sangat dirasakan oleh peserta didik adalah keharusannya mengikuti pembelajaran jarak jauh dengan moda daring. Tanpa ada pengalaman sebelumnya terkait pembelajaran daring, di awal-awal penerapan PJJ, peserta didik memiliki banyak kendala dalam mengimplementasikan moda daring di lapangan. Ketersediaan perangkat pendukung utama pembelajaran menjadi hal yang tak bisa dielakan. Banyak peserta didik yang tidak memiliki gawai dan jaringan yang memadai. Sehingga efektifitas pembelajaran menjadi tersendat. Keikutsertaan peserta didik dalam pembelajaran hanya mencapai kurang dari 60%. Tentu saja pekerjaan guru memberikan pelayanan menjadi bertambah dengan harus menciptakan sistem pembelajaran secara blanded.
Bagaimana guru menghadapi pembelajaran daring di tengah kebelumbiasaan dirinya dalam menciptakan media pembelajaran? Belum lagi sikap diri sebagian guru yang pada awalnya antipati terhadap teknologi yang menyebabkan munculnya rasa skeptis terhadap kemampuan diri. Tentu bukan sebuah persoalan mudah bagi guru untuk beradaptasi dengan perubahan sistem pembelajaran yang membutuhkan keterlibatan penggunaan teknologi. Mau tidak mau, suka tidak suka, mampu tidak mampu, sosok guru harus siap masuk dalam perubahan. Berbagai persiapan menghadapi PJJ daring kala itu, sejumlah kegiatan yang kami sebut IHT mulai mengenalkan hal-hal baru yang berbasis teknologi guna memediasi kerja guru dalam pembelajaran jarak jauh.
Antara percaya dan tidak, gesekan tangan pada mata seolah ingin memastikan apa yang dilihat benar atau tidak. Mulai sekarang, sejak diberlakukannya PJJ atau Belajar Dari Rumah, guru harus memutar konsep mengajar yang biasanya langsung tatap muka bisa tanpa media berteknologi beralih ke konsep mengajar yang menggunakan media berteknologi yang mengantarai siswa dan guru. Dalam pembelajaran biasa di kondisi normal media manual konvensional pembelajaran dapat dilakukan dalam penyampaian materi. Hal ini tidak lagi seluruhnya berlaku di saat kondisi yang tidak normal seperti sekarang ini. Pembelakuan belajar dari rumah dengan menggunakan perangkat pendukung berteknologi tentu menjadi sebuah tuntutan dan tantangan tersendiri yang harus disikapi secara bijak dan ditindaklanjuti dengan aksi yang nyata. Pada asalnya sebelum masa pandemi terjadi, cara mengajar guru mungkin sekitar 25 % tidak melibatkan unsur teknologi dalam pembuatan media pembelajaran. Kondisi yang memaksa guru harus berhadapan dengan masa pandemi inilah yang kemudian diperlukan mediasi pertemuan yang mau tidak mau mengharuskan guru mulai ramah terhadap teknologi. Satuan pendidikan melalui kebijakan pimpinan mulai memfasilitasi kebutuhan berkaitan dengan pembelajaran yang menggunakan aplikasi online. Muncullah kemudian sejumlah istilah sebagai aplikasi, seperti classroom, google form, google drive, lifeworksheet, dan berbagai aplikasi online lainnya. Perlahan namun pasti guru belajar mengenali sejumlah aplikasi yang dibutuhkan untuk memediasi pertemuannya dengan siswa. Dalam waktu satu semester di awal pemberlakuan PSBB pertama di bulan Maret 2020 lalu, terjadi progres yang cukup baik. Guru yang melibatkan diri mengelola pembelajaran dengan siswa secara tatap muka menggunakan teknologi menjadi bertambah. Lebih dari 90 % guru sudah mau beramah-tamah dengan laptopnya, berselancar dengan internet dalam membuat tugas-tugas menggunakan google form. Meski masih bersipat sederhana, namun perlu mendapatkan apresiasi yang baik. Dengan sikap maunya saja sudah menunjukkan perubahan sikap antipati dan rasa skeptisnya terhadap teknologi menjadi lebih terbuka. Bahkan keasyikannya dalam menyiapkan media pembelajaran nyaris dapat melupakan kebutuhan dan kewajiban lain di luar tugas atau kerjanya.
Melihat adanya geliat guru mulai bersahabat dengan teknologi, apresiasi terhadap kondisi itu memunculkan inisiatif membantu para guru untuk mendapatkan pinjaman perangkat laptop sekolah yang kebetulan untuk sementara tidak digunakan sehubungan penggantian sistem penilaian dari UNBK yang melibatkan seluruh siswa kelas IX mejadi ANBK yang hanya melibatkan 50 siswa kelas VIII sebagai peserta ujiannya. Daripada perangkat laptop rusak karena tidak digunakan sebaiknya rusak karena digunakan, itu pikir baiknya.
Keasyikan guru dalam melaksanakan pembelajaran daring dengan sistem kerja di kantor dan di rumah menjadikan hal yang membiasa dan nyaman. Namun begitu bukan tanpa tantangan dan permasalahan. Di saat guru mulai terbiasa menggunakan perangkat laptop dengan dukungan jaringan internetnya, persoalan yang muncul kemudian adalah sulitnya melibataktifkan siswa dalam pembelajaran daring. Selama satu tahun berjalan (2020) keterlibatan siswa dalam pembelajaran daring belum maksimal. Capaian keterlibatan siswa mengikuti pembelajaran melalui classroom atau whatapp masih di bawah 60%. Berbagai upaya guru wali kelas dilakukan dengan mendatangi rumah siswa yang tidak mengikuti pembelajaran daring tersebut. Sejumlah permasalahan pun ditemukan, seperti ketidakpunyaan handphone, memiliki handphone tetapi tidak memiliki kuota yang memadai serta alasan kuat lain seperti area tempat tinggal yang blankspot. Ada alasan lain yang perlu mendapatkan perhatian yang ekstratinggi adalah lemahnya motivasi belajar menggunakan moda daring. Faktor ini bisa menyasar kepada siswa yang memiliki sarana pendukung terlebih kepada siswa yang tidak memiliki dukungan sarana yang memadai.
Sejumlah upaya dilakukan untuk memberikan pelayanan kepada siswa dalam memperoleh hak pendidikannya. Faktor-faktor penyebab yang menjadikan kendala siswa dalam mengikuti pembelajaran daring diklasifikasi untuk diberikan pelayanan yang sesuai. Berikut sejumlah langkah konkret yang dilakukan guru dalam menghadapi permasalahan dalam belajar daring dari rumah:
- Siswa yang memiliki handphone tetapi tidak memiliki kuota yang memadai dipasilitasi dengan cara hadir di sekolah untuk mendapatkan akses internet. Kehadiran siswa diatur pembagian waktunya dengan ketentuan mematuhi protokol kesehatan.
- Siswa yang tidak memiliki handphone sama sekali, baik diri maupun keluarganya dipasilitasi dengan memberikan naskah soal kertas pada saat melaksanakan penilaian.
- Pada saat proses belajar daring, siswa yang tidak memiliki Handphone diminta untuk hadir menerima lembar tugas untuk dikerjakan di rumah dan diserahkan kembali saat menerima tugas berikutnya sesuai jadwal pelajaran yang ditentukan.
Liku-liku pekerjaan guru mengajar di masa pandemi menjadi pelajaran dan pengalaman tersendiri. Yang pasti pandemilah yang membuat guru menggeliat, mengubah mindset yang selama ini menganggap teknologi sulit untuk dikuasai ternyata kini asyik untuk digeluti. Tuntutan eksplorasi dalam penguasaan aplikasi berteknologi komputer membuat guru kemudian melek teknologi. Haus waktu berselancar mencari informasi dan pengetahuan yang dapat membekali dirinya bersahabat dengan teknologi khususnya teknologi dalam dunia penididikan.
Ary Hendari
What's Your Reaction?