Optimalisasi Kompetensi Guru dan Tantangan Ketenagakerjaan: Suara dari Daerah dalam Rakor Pendidikan

Jul 31, 2025 - 15:00
 0
Optimalisasi Kompetensi Guru dan Tantangan Ketenagakerjaan: Suara dari Daerah dalam Rakor Pendidikan

JAKARTA, 25 Juli 2025 – Isu pemerataan kualitas guru, percepatan sertifikasi, dan tantangan ketenagakerjaan menjadi sorotan utama dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pendidikan yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), dan Yayasan Pendidikan Adiluhung Nusantara (YPAN) pada 24–25 Juli 2025 di Jakarta. Forum ini menjadi platform krusial bagi pemerintah pusat dan daerah untuk membahas strategi peningkatan kompetensi guru dan mencari solusi atas berbagai persoalan ketenagakerjaan di lapangan.

Prof. Dr. Nunuk Suryani, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Kemendikbudristek RI, menegaskan bahwa distribusi guru masih menjadi persoalan mendasar. "Secara nasional rasio guru-siswa ideal, tetapi distribusi sangat timpang. Redistribusi harus segera dilakukan," katanya. Beliau menyoroti bahwa di kota-kota guru menumpuk, sementara di pelosok terjadi kekurangan akut. Untuk mengatasi hal ini, Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025 dan Kepmendikdasmen Juni 2025 telah mengatur redistribusi guru dua kali dalam setahun (April & November), menyasar guru-guru yang menumpuk di satu sekolah dan belum memenuhi beban kerja minimal (24 jam tatap muka).

Selain redistribusi, Prof. Nunuk juga mengungkapkan target sertifikasi 800.000 guru melalui Program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Program afirmasi juga disiapkan untuk 233.000 guru yang belum bergelar S1. Beliau menambahkan bahwa pelatihan coding dan AI untuk 50.900 sekolah menjadi prioritas untuk relevansi pembelajaran di masa depan.

Meskipun demikian, tantangan di lapangan masih besar. Sekretaris Ditjen GTK, Temu Ismail, menyampaikan bahwa saat ini masih ada sekitar 1 juta guru yang belum memiliki sertifikasi pendidik, termasuk lebih dari 230 ribu guru yang belum bergelar S1. Ditjen GTK telah menyiapkan berbagai skema untuk PPG dalam Jabatan, PPG Prajabatan, serta peningkatan kualifikasi akademik guru. Khusus PPG Prajabatan, program ini menargetkan lulusan fresh graduate S1 untuk menghadapi pensiun massal guru (60-70 ribu per tahun). Guru-guru yang belum S1 akan diprioritaskan melalui program afirmasi dan reguler, dengan target 75.000 guru per tahun mengikuti kuliah S1 hingga 2028.

Isu redistribusi guru dan kepastian status honorer menjadi topik hangat yang dibahas dalam forum. Bupati Malinau, Wempi W. Mawa, dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas, menyuarakan keprihatinan terkait status honorer dan guru PPPK yang masih belum jelas, serta dampaknya pada motivasi guru. Di Kabupaten Bandung, misalnya, jumlah guru PNS hanya sekitar 9.000, sementara guru honorer mencapai hampir 19.000 orang, dengan banyak sekolah hanya memiliki satu guru PNS dan sisanya guru honorer.

Terkait pembiayaan guru honorer, perwakilan Dinas Pendidikan Kabupaten Kuantan Singingi menyoroti batasan penggunaan Dana BOS yang hanya bisa digunakan maksimal 20% untuk gaji guru honor. Dengan jumlah siswa yang sedikit, guru hanya mendapat Rp75.000 per bulan, yang sangat memprihatinkan. Hal ini diperparah dengan larangan pungutan di daerah dengan PAD kecil, menyulitkan pemerintah daerah untuk menutupi kekurangan biaya pendidikan.

Menanggapi persoalan ini, Dr. Gogot Suharwoto menyatakan bahwa penggunaan BOS untuk membayar honor tetap tinggi meskipun seharusnya untuk operasional sekolah. Secara nasional, rata-rata penggunaan BOS untuk honor guru di sekolah negeri adalah 17,8%. Beliau mempersilakan pengajuan surat resmi jika ada sekolah yang melebihi 20% untuk ditinjau. Temu Ismail juga menambahkan bahwa banyak guru yang lulus PPG dan mendapat sertifikasi serta tunjangan profesi, namun masih ada kebingungan tentang sumber penghasilan pokok mereka. Ini menjadi PR bersama antara pusat dan daerah untuk mencari solusi terbaik agar guru tetap layak secara ekonomi.

Aspek lain yang dibahas adalah pengangkatan kepala sekolah. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, Eka Nandang Nugraha, menyampaikan bahwa SD mereka kekurangan lebih dari 80 kepala sekolah dan SMP lebih dari 30, namun proses pengangkatan sangat terbatas. Temu Ismail menjelaskan bahwa melalui Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025, penugasan kepala sekolah kini tak lagi harus dari guru penggerak. Jika tidak tersedia, Bupati/Walikota dapat menunjuk guru yang memenuhi kriteria administratif dan diberi masa tugas satu periode (4 tahun) sambil mengikuti diklat calon kepala sekolah.

Rakor ini menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan mitra strategis seperti APKASI dan YPAN dalam peningkatan kualitas guru. APKASI, melalui jejaringnya, siap menjadi penghubung aspirasi daerah agar kebijakan benar-benar responsif dan mengatasi masalah ketimpangan guru secara efektif. Melalui sinergi ini, diharapkan guru-guru di seluruh pelosok Indonesia dapat memperoleh peningkatan kapasitas dan kepastian karier yang layak, sebagai pilar utama menuju Indonesia Emas 2045.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow

Sahabat Guru Inspirasi Indonesia Maju