TERSIRAT NAMUN TAK TERSURAT
Pemerintah saat ini menaruh harapan besar pada dunia pendidikan untuk dapat membawa
perubahan besar bagi bangsa Indonesia di masa depan. Diawali dengan program besar yang dinamakan “Merdeka Belajar”. Dalam kebijakan tersebut ada salah satu poin penting yang kami sebagai seorang Guru sangat memberikan apresiasi terhadap kebijakan ini, yaitu terkait dengan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Selama ini RPP merupakan salah satu bagian administrasi yang dirasa cukup membebankan. Kini sudah tidak lagi.
Dalam Merdeka Belajar, guru diberi kebebasan memilih, membuat, menggunakan dan
mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan asesmen. Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. “Satu halaman saja cukup,” jelas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim.
Permasalahan di Lapangan
Benarkah RPP merupakan beban bagi guru? Pada dasarnya permasalahan yang terjadi di lapangan bukan pada RPP, yang terdiri dari sekian lembar, melainkan yang berorientasi pada proses ketika pembelajaran berlangsung dan setelah pembelajaran usai. Hal ini bisa kita amati sebagai seorang guru di setiap kegiatan pembelajaran. Hasilnya menunjukkan suatu hal yang berbeda dari tujuan pembelajaran yang sudah tertuang dalam RPP. Apersepsi berarti penghayatan tentang segala sesuatu yang menjadi dasar untuk menerima ide-ide baru. Secara umum fungsi Apersepsi guru dalam kegiatan pembelajaran adalah untuk membawa dunia mereka ke dunia kita. Artinya, mengaitkan apa yang telah diketahui atau dialami dengan apa yang akan dipelajari.
Pada sisi lain, kurangnya kemampuan atau kompetensi seorang guru dalam mengidentifikasi perbedaan kemampuan antara satu siswa dengan siswa yang lainnya. Umumnya guru menganggap bahwa semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama. Seperti memberikan satu jenis obat digunakan untuk segala macam penyakit. Satu model atau desain pembelajaran belum tentu efektif untuk seluruh peserta didik.
“Tersirat namun tak tersurat”. Ungkapan ini dapat menggambarkan keadaan pendidikan kita saat ini, di mana hampir sebagian besar para aktor dalam dunia pendidikan (guru) hanya sebatas melaksanakan tugas semata tetapi tidak disertai dengan nilai tanggung jawab dan rasa peduli yang cukup terhadap masa depan generasi penerus bangsa. Proses pembelajaran yang dilakukan masih dalam konteks menjelaskan sebuah materi itu penting untuk dipelajari. Akan tetapi materi ajar itu tidak berdampak pada kehidupan sehari-hari peserta didik yang bermuara pada terjadinya perubahan keadaan sosial dan ekonominya menjadi lebih baik. Materi ajar menjadi tidak kontekstual dan aplikatif.
Identifikasi Peserta Didik
Identifikasi karakteristik siswa perlu dilakukan berdasarkan landasan yuridis dan teoritik. Pertama, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa pengembangan pembelajaran dilakukan dengan memperhatikan; tuntutan, bakat, minat, kebutuhan dan kepentingan siswa. Kedua, secara teoritik tiap siswa berbeda dalam banyak hal, yang meliputi perbedaan fitrah individual (Salim Bhreisy, Riyadus Sholihin, Bandung: Al Ma’arif, 1978:22). Di samping perbedaan latar belakang keluarga, sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan.
Jadi dalam setiap pembelajaran, guru diwajibkan memenuhi kebutuhan siswa yang memiliki karakter berbeda-beda dari lingkungan keluarga, masyarakat dan teman sebaya.
Kegiatan belajar memiliki sebuah ciri, yaitu terjadinya interaksi antara pendidik dan peserta didik yang saling mendukung. Pendidik bertugas mendampingi atau membantu peserta didik, dan
peserta didik bertugas belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus dan tujuan pembelajaran umum. Setiap satuan kelas memiliki karakteristik yang berbeda. Heterogenitas kelas menjadi salah satu keniscayaan yang harus dihadapi guru. Sebagai pendesain pembelajaran, guru harus menjadikan heterogenitas karakteristik siswa sebagai salah satu tolak ukur bagi perencanaan dan pengelolaan proses belajar mengajar.
Karakteristik siswa itu sesuai dengan tahap- tahap perkembangan siswa. Misalnya, keberhasilan akademik di sekolah dasar menjadi hal utama, oleh karenanya penghargaan terhadap mereka yang memiliki kemampuan akademis tinggi akan sangat dirasakan. Sebaliknya bagi mereka yang duduk di bangku sekolah menengah, mulai memiliki pergeseran paradigma terhadap makna keberhasilan belajar. Perkembangan siswa akan berjalan lurus dengan kompleksitas masalah yang dihadapi oleh guru.
Memahami heterogenitas siswa berarti menerima apa adanya mereka dan merencanakan pembelajaran sesuai dengan keadaannya. Program pembelajaran di sekolah dasar akan berlangsung efektif jika sesuai dengan karakteristik siswanya.
Terdapat empat faktor penting yang harus diperhatikan dalam menganalisis karakter siswa: (1) karakteristik umum; (2) kompetensi atau kemampuan awal; (3) gaya belajar; (4) motivasi. Berkaitan dengan motivasi sangat diperlukan untuk memberi dorongan bagaimana siswa melakukan aktivitas belajar agar menjadi kompeten dalam bidang yang dipelajari (ibid: 42).
Mengelola Kelas
Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal. Ia bisa mengatasi gangguan-gangguan dalam proses belajar, baik yang bersifat gangguan kecil, gangguan sementara maupun gangguan yang berkelanjutan.
Dari beberapa referensi dapat disimpulkan bahwa keterampilan mengelola kelas merupakan keterampilan yang digunakan oleh seorang guru dalam proses pembelajaran guna untuk mengkondisikan belajar siswa dengan harapan supaya terjadi suatu kondisi kelas yang kondusif, memaksimalkan sarana dan prasarana, menjaga keterlibatan siswa, menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal dan rasa nyaman dalam proses belajar mengajar. Maka dalam melaksanakan keterampilan mengelola kelas, guru perlu memperhatikan komponen keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal. Hal ini berkaitan dengan kemampuan seorang guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran.
Adapun tujuan dari pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib
sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien (Suharsimi, 1996). Pengelolaan kelas tersebut dimaksudkan untuk menciptakan suatu kondisi dalam kelompok kelas yang baik, kondusif dan terarah yang memungkinkan siswa untuk berbuat dan beraktifitas sesuai dengan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
Dengan desain yang sedemikian rupa terkait dengan proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh para pelaku pendidikan yang terus mendapat
respons yang positif dari pihak pemerintah, maka sudah waktunya pendidikan Indonesia mulai berbenah agar harus berorientasi pada hasil (output) untuk ke depannya, bukan lagi sibuk untuk memperbaiki proses yang dengan gampangnya berubah, yang terkadang hanya berdasarkan beberapa cuitan di sosial media.
Mari rapikan barisan untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa dalam menghadapi dunia kerja, sehingga harapan pemerintah terhadap dunia pendidikan dapat terwujud melalui terciptanya lulusan yang berkualitas dan berdaya saing serta mampu membawa Indonesia menjadi negara yang maju pada masa mendatang.
MUJITAHID
Guru di SMP Negeri Satap 2 Bayan, SPDT 28 Sukadana,
Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
What's Your Reaction?