The Power of Education (Hebatnya Pendidikan)
Apa yang membedakan manusia dari makhluk lainnya? Banyak sudah jawaban yang diberikan para ahli pikir atas pertanyaan ini. Satu di antaranya adalah bahwa manusia itu animal educandus dan animal educandum sekaligus. Sejak keberadaannya dalam kondisi kehidupan yang primitif hingga yang paling tinggi tingkat perkembangannya, manusia adalah satusatunya makhluk yang dididik dan mendidik. Beranjak dari pandangan inilah UNESCO meluncurkan gagasan lifelong education. Erat kaitannya dengan pandangan ini ialah bahwa pemberdayaan manusia sangat ditentukan oleh pendidikannya.
Dalam paradigma pembangunan pendidikan nasional, pemberdayaan potensi manusia itu mencakup tiga hal mendasar. Pertama, ranah afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis. Kedua, domain kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga, ranah psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Ketiga hal itu dalam bahasa Ki Hajar Dewantara disebut rasa, cipta dan karsa. Karena itu pula, pendidikan dipahami sebagai proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling mendasar tersebut dapat berkembang secara optimal.
UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional pun menyatakan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Sistem pendidikan, pada akhirnya, memang harus dirancang sedemikian rupa, sehingga memungkinkan setiap orang untuk terus melibatkan kegiatannya dalam proses pembelajarannya secara berjenjang, sejak pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi.
Misi Profetik Pendidikan
Dalam pada itu, bidang pendidikan menghadapi berbagai keniscayaan seiring dengan pelbagai perubahan di dunia sekitarnya, selain masalah di dalamnya sendiri. Maka, di tengah arus perubahan dunia yang amat cepat, yang ditandai persaingan yang sangat ketat, kita pun dapat mengukur seraya mengambil ancangancang: apakah dengan profil pendidikan yang kita miliki sekarang kita bisa masuk ke dalam kancah persaingan global? Kemendikbud sendiri sudah menyatakan hasratnya bahwa di tahun 2025 sudah akan lahir generasi Indonesia yang cerdas dan kompetitif, yang juga disebut insan kamil atau manusia paripurna.
Ini sebuah misi profetik yang bukan main berat. Berat karena amanah itu dipikul ketika bangsa ini belum sepenuhnya bebas dari tekanan akibat krisis multidimensi beberapa waktu lalu. Belum lagi soal anggaran yang minim, yang tentu saja amat menentu kan tinggirendahnya mutu pendidikan kita. Ini baru faktor internal.
Sebab, di luar sana kita sudah harus dihadapkan dengan berbagai tantangan yang tidak kalah keras dan hebatnya. Misalnya, globalisasi dan pasar bebas, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informatika, demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup, desentralisasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Apalagi, seperti diungkapkan Malik Fadjar, ketika “kosmopolitanisme” dipegangi semacam “ideologi” dan “multikulturalisme” menjadi semacam “visi hidup berperadaban”, dunia pendidikan kita semakin banyak dituntut untuk mampu menyapa perbedaan budaya, sosial dan agama.
Bagaimana kita dapat survive sebagai bangsa di tengah gelombang perubahan dan persaingan global seperti itu?
Jawabnya, kita tidak punya pilihan lain kecuali melalui revolusi pendidikan. Aspekaspeknya meliputi, pertama merespons upaya sertifikasi guru dan melakukan evaluasi pelayanan pendidikan. Hal ini penting untuk mengontrol output yang dihasilkan seluruh proses pembelajaran yang dilaksanakan pada berbagai jenjang pendidikan. Kedua, melakukan inovasi kurikulum pendidikan yang berorientasi pada technology based dengan menekankan pentingnya telematika atau ICT. Ketiga, membuka akses seluasluasnya bagi anakanak bangsa yang potensial untuk mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan yang didukung oleh dana yang memadai. Keempat, untuk mencapai target pembangunan manusia Indonesia yang cerdas dan kompetitif, maka keterlibatan seluruh komponen bangsa dalam mendukung kegiatan pendidikan di berbagai jenjang merupakan suatu keharusan. Di samping itu tentu saja komitmen dan dukungan politis dalam pelaksanaan anggaran juga menjadi aspek yang menentukan.
Keberlangsungan hidup sebuah bangsa tergantung pada warga bangsanya yang terdidik. Ini merupakan postulat dari berbagai laporan penelitian, dan tentu saja tidak mengherankan. Sebab, pada kenyataannya, para pendiri republik Indonesia pun adalah putraputra bangsa yang terdidik. Karena itu, tidak mengherankan pula jika negaranegara maju menjadikan pendidikan sebagai pilar utama pembangunan mereka.
Pendidikan, sekali lagi, bukan sekadar mengajarkan pengetahuan atau semata mengembangkan aspek intelektual, melainkan juga untuk mengembangkan karakter, moral, nilai nilai, dan budaya peserta didik. Dengan kata lain, pendidikan adalah membangun bangsa, membangun peradaban, membangun masa depan bangsa. Dan, untuk itu mutu pendidikan harus terus ditingkatan.
Hal yang juga penting untuk disadari bahwa pendidikan merupakan sebuah proses, sesuatu yang terus diperjuangkan perbaikan dan kemajuannya. Meminjam ungkapan Mendiknas Bambang Sudibyo, pendidikan Indonesia adalah sebuah proses pembentukan manusia seutuhnya, yang setidaknya akan termanifestasi dalam tiga hal, penguasaan Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), estetika dan etika.
Kualitas pendidikan juga ditentukan oleh kebutuhan dan kesadaran masyarakat akan masa depan yang lebih baik bagi putraputri mereka melalui pendidikan. Jika dunia pendidikan benar mengabdi kepada kepentingan masyarakat dan masyarakat mendukung dunia pendidikan, maka akan timbul kekuatan yang dahsyat sebagai pondasi membangun masa depan. Di sinilah kekuatan dahsyat pendidikan atau the power of education akan menemukan maknanya yang sejati.
Tentu tidak ada yang keberatan bahwa pendidikan merupakan pondasi yang paling kokoh untuk membangun bangsa. Tidak ada bangsa yang maju tanpa mengembangkan karakter dan nilainilai (values) budaya luhur seperti budaya kerja keras, saling menghormati, dan seterusnya. Sebagai ikhtiar yang bulat dan menyeluruh, hasil pendidikan memang tidak bisa segera bisa dilihat. Ada jarak penantian yang cukup panjang antara proses usaha dan hasil. Proses pembentukan manusia seutuhnya atau insan kamil memang tidak semudah membuat kue donat. Diperlukan proses, élan vital, juga kesabaran.
Plato mengatakan, sebuah bangsa akan berdiri kokoh dan disegani jika anakanak bangsanya memiliki pendidikan yang berkualitas. Dan, akhirnya, menjadi tantangan dan kewajiban kita semua, pemerintah maupun masyarakat, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu. Wallahu a’lam.
Prof. Dr. Dodi Nandika, M.Si
Penulis adalah Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB)
sekretaris jenderal Kementerian Pendidikan Nasional (2005-2011)
What's Your Reaction?