Antusiasme Konser Coldplay dan Masalah Sosial
Hanya dalam hitungan menit tiket konser ColdPlay sudah ludes terjual. Tiket yang dibandrol dengan harga antara 800.000 hingga 11.000.000 tersebut terasa sangat murah bagi pecinta musik tanah air. Bahkan di market place ada yang menjual tiket dengan harga yang sangat fantastis, yakni 32.000.000. Sungguh nominal yang sangat besar mengingat saat ini Indonesia baru saja lepas dari jerat pandemi covid 19. Antusiasme konser tentu bukan sesuatu yang salah apa lagi ini juga menjadi bagian dari hiburan bagi masyarakat. Namun ada kondisi yang sangat kontradiktif yakni makin maraknya perilaku negatif yang terjadi.
Insiden penyiraman mobil dengan paint remover, penyiraman kotoran di gerbang tetangga, bayi dibuang oleh orang tuanya, bayi dibunuh oleh bapaknya, hingga insiden pembunuhan sadis terjadi dengan sadar oleh pelakunya. Ini membuktikan bahwa saat ini ada banyak problem sosial yang menggelayuti dipundak masyarakat yang mengakibatkan kecemburuan sosial, ketimpangan sosial, hingga diskriminasi sosial. Ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah adanya ketidakmerataan akses pekerjaan, terbatasnya akses informasi. Namun hal dominan dalam problem ini adalah tidak terkontrolnya hati dengan nilai-nilai religius.
Manusia, Makhluk Berhati Mulia
Manusia sebagai makhluk sempurna memiliki struktur yang sangat unik, yakni tersusun atas dua hal yakni fisik dan psikis atau jasad dan ruh. Dalam aktivitas sehari-hari manusia sangat dipengaruhi oleh keinginan, kebutuhan, dan kemampuan untuk memenuhinya. Keinginan adalah sesuatu yang muncul dalam diri manusia dengan sesuatu yang berlebih. Sedangkan kebutuhan adalah sesuatu yang muncul dalam diri manusia dengan apa yang saat ini dibutuhkan. Membeli tiket konser Coldplay dan menontonnya adalah salah satu contoh keinginan. Boleh jadi semua orang atau sebagian besar dari kita ingin menonton event dalam skala internasional tersebut. Namun yang perlu disadari adalah tidak semua yang kita inginkan adalah yang kita butuhkan.
Manusia dengan predikat mulia hanya dapat diwujudkan dengan mengenali potensi diri melalui hati. Tidak ada sesuatu yang mahal melebihi kejujuran hati kecil (hati nurani). Boleh jadi kita mampu membeli tiket konser namun melihat kebutuhan pribadi dan keluarga harus tetap terpenuhi maka menonton konser untuk saat ini belum menjadi prioritas. Namun yang memiliki income yang lebih setelah tercover kebutuhan harian diri dan keluarga barangkali menonton konser dengan tiket fantastis (aura konser)tidak menjadi soal. Atau dalam bahasa netizen yangramai berseliweran di media sosial adalah “bayar hutang dulu baru nonton konser”.
Bentuk kemualiaan manusia terindikasi pada kualitas hati masing-masing. Salah seorang ahli filsafat muslim yakni Al Ghazali, mengklasifikasi hati manusia menjadi tiga kelompok. Pertama, qolbun salim atau hati yang selamat, adalah hati yang selalu terpanggil ketika ada panggilan dan seruan dari sisi spiritual. Indikator lain dari seseorang yang memiliki hati iniadalah selalu tergugah danberempati ketika melihat sesuatu yang termasuk ketimpangan, kecemburuan, bahkan ketidakadilan. Maka tugas kita sebagai makhluk dengan hati mulia adalah mengokohkan peran kita untuk terus berada pada hati yang selamat.
Yang kedua adalah qolbun maridhun atau hati yang sakit. Rendahnya niat seseorang untuk menunaikan kewajiban bahkan jika terlaksanapun pasti penuh denga drama ketidakikhlasan. Inilah salah satu indikator bahwa hati kita dalam keadaan sakit. Indikator lain adalah tidak mudahnya kita menerima nasehat kebaikan yang berfungsi membawa kita menjadi makhluk yang bermartabat. Maka tugas kitaa dalah mendeteksi diridengan kejujuran apakah kondisi hati kita dalam keadaan demikian, jika iya maka bersegera mencari alternative yang menyembuhkan yakni menambah kualitas spiritual diri.
Dan yang ketiga adaah qolbun mautun atau hati yang sudah mati. Matinya hati seseorang biasanya ditandai dengan sudah antipati. Siapapun yang menyampaikan kebenaran, dimanapun kebenaran itu disampaikan, kapan saja kebenaran itudisampaikan, bahkan jenis kebaikan apa saja tidak akan menjadi sarana kebaikan itu akan diterima. Oleh karenanya upaya kita adalah dengan terus menjaga kualitas hati melalui lantunan zikir sebagai penyempurna aktivitas kita sehari-hari.
Berbagai insiden yang terjadi akhir-akhir ini harusnya menjadi pelajaran berharga untuk siapa saja bahwa problem sosial adalah tanggungjawab bersama yang harus dituntaskan dengan kesadaran bersama. Jika diantara kita memiliki kepekaan sosial yang tinggi maka ketimpangan sosial akan dapat diantisipasi, jika kita memiliki kepedulian sosial yang tinggi maka diskriminasi sosial akan dapat kita minimalisir, jika kita memiliki kontrol sosial yang baik maka kecemburuan sosial akan dapat ditepis.
Konser Coldplay yang terjadwal akan digelar di Indonesia pada tanggal 15 November 2023 bukanlah satu-satunya konser besar dengan tiket fantastis, namun hadirnya berdekatan dengan tahun politik seolah menjadi agenda untuk menunjukkan taji. Jika alumni PA 212 dan MUI santer akan menolak kehadiran Coldplay, berbeda dengan Menteri Pariwisata dan Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD siap pasang badan jika ada penolakan dari pihak manapun.
Melihat situasi ini marikita membuka diri apakah kita termasuk manusia dengan kategori hati yang selamat, sakit, atau bahkan mati.
Semoga berbagai problem social yang terjadi dapat segera menemukan solusi terapiknya.
Penulis adalah
Guru Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
SMA Islam Al Azhar 15 Kalibanteng Semarang,
What's Your Reaction?