Waspada, Cyberbullying Mengintai Anak Anda!

Bukan hanya jadi korban, anak-anak juga bisa menjadi pelaku cyberbullying. Kontrol dan komunikasi orang tua dan guru harus ditingkatkan. Korban bisa mengalami gangguan psikologis, depresi, takut, menarik diri menjadi tertutup bahkan yang paling fatal bisa bunuh diri.

Aug 4, 2021 - 11:34
Aug 4, 2021 - 12:09
 0
Waspada, Cyberbullying Mengintai Anak Anda!
Ilustrasi cyberbullying [freepik.com]

TIGA bulan lalu, kita dikejutkan dengan sebuah berita “Seorang siswi SMA di Jawa Tengah di-bully oleh kakak kelas lantaran tidak mengenakan atribut sekolah lengkap (tidak berjilbab)”. Akibat dari kejadian ini siswa korban itu mengalami trauma berat dan akhirnya pindah sekolah. Mungkin hal seperti ini biasa saja manakala seorang kakak kelas beritndak semena-mena kepada adik kelas. Namun tidak bagi sang korban. Hal tersebut bisa berdampak serius. 

Kejadian-kejadian seperti ini kerap kali terjadi di sekitar kita. Tidak menutup kemungkinan jika anak Anda juga pernah mengalaminya, baik sebagai korban atau sebagai pelaku dari bullying. Pertanyaannya: apakah Anda sebagai orang tua atau guru sudah paham betul apa motif buah hati kita terjebak dalam masalah bullying?  

Seiring perkembangan teknologi, fenomena bullying pada anak ikut bergeser ke dunia maya. Cyberbullying, seperti itulah kita menyebutnya. Dalam penelitiannya Pandie dan Weismann (2016) menyatakan bahwa kecenderungan remaja untuk menjadi pelaku cyberbullying yang pertama yaitu dendam yang tidak terselesaikan. Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pelaku, di antaranya adalah flamming (amarah) dan harassment (pelecehan). Flamming (amarah) berbentuk ujaran dengan menggunakan bahasa yang agresif atau kasar lewat pesan elektronik. Sementara, harassment (pelecehan) merujuk pada pesan-pesan yang menghina atau yang tidak diinginkan secara berulang kali. Pesan yang disampaikan di sini juga bisa berupa ancaman.  

Selain karena dendam yang tidak terselesaikan, Pandie dan Weismann juga menyebutkan bahwa motif dari cyberbullying ialah pelaku yang termotivasi (motivated offonder) untuk melakukan pembajakan, balas dendam, pencurian, atau sekadar iseng. Salah satu bentuk motivated offonder, dengan motif iseng biasanya berupa:

  1. denigration (pencemaran nama baik), yaitu proses mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik seseorang tersebut.
  2. Impersonation (peniruan), yaitu di mana seseorang berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik.
  3. Trickery (tipu daya), yaitu membujuk seseorang dengan tipu daya supaya mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut.

Cyberbullying juga dapat dilakukan karena keinginan untuk dihormati dan juga karena faktor bosan dan mencari hiburan atau usil. 

Cyberbullying bisa juga dilakukan melalui perencanaan bersama dan dilakukan secara berkelompok. Contohnya “outing”, yakni pelaku akan melakukan komunikasi pribadi atau mengirimkan gambar yang berisi informasi yang berpotensi memalukan.

Cyberbullying bisa berdampak serius pada psikologis korban. Sesuai dengan hasi penelitian Rahayu (2012), didapati 37% siswa menjawab bahwa cyberbullying memiliki efek yang cukup serius bagi korban. Efek yang dirasakan tidak hanya pada taraf menyakiti perasaan saja namun juga dapat merusak jiwa dan kondisi psikologis dari sang korban, sehingga menyebabkan korban merasa depresi, sedih, dan frustasi. Salah satu dampak yang dikhawatirkan dari cyberbullying adalah korban cenderung melakukan bunuh diri. 

Tingkat komunikasi dan juga kontrol orang tua dan guru pada anak menjadi salah satu senjata ampuh untuk mengurangi terjadinya cyberbullying. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Diana & Retnowati (2009) bahwa semakin rendah komunikasi orang tua dengan remaja maka semakin tinggi agresivitas remaja untuk terjebak dalam lingkup cyberbullying.

Cyberbullying pada anak menjadi masalah global yang harus diatasi bersama oleh semua pihak. Tindak pencegahan sejak dini bisa dilakukan oleh orang tua maupun guru di sekolah. Tindakan tesebut bisa melalui pendidikan moral, penerapan hidup bersama yang penuh kekeluargaan dan tanggung jawab, serta penataan hukum menjadi langkah awal efektif untuk mengurangi tindak cyberbullying pada anak. Penyelesaian melalui jalur hukum tentu langkah terakhir setelah tindak pencegahan gagal dilakukan. Semua hal ini haruslah dilaksanakan secara terus-menerus, oleh semua pihak tanpa terkecuali.

Ingat, terus awasi dan perbaiki komunikasi Anda dengan sang buah hati dan mari ciptakan generasi yang lebih bermoral agar tindakan bullying bisa diminimalisir.

INTAN ZUHROTUN

REFERENSI

Adilla, Nissa. (2009), Pengaruh Kontrol Sosial Terhadap Prilaku Bullying Pelajar Di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Kriminologi Indonesia, 5, (1). 56-66.

Diana, R.R., & Retnowati, S. (2009). Komunikasi remaja-orang tua dan agresivitas pelajar, Jurnal Psikologi, 2(2):1-6.

Pandie, M. M., & Weismann, I, Th. J. (2016). Pengaruh cyberbullying di media sosial terhadap perilaku reaktif sebagai pelaku maupun sebagai korban cyberbullying pada Siswa Kristen SMP Nasional Makassar. Jurnal Jaffray, 14(1): 43-62.

Rahayu, F.S. (2012). Cyberbullying sebagai dampak negatif penggunaan teknologi informasi. Jurnal Sistem Informasi. 8(I). 22-29.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow