Mahasiswa Doktoral Indonesia Paparkan Riset Pendidikan di AS
Riset-riset terkini dalam bidang pendidikan yang dilakukan para mahasiswa doktoral asal Indonesia di Amerika Serikat dipaparkan dalam sebuah webminar yang diadakan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI AS.
sahabatguru.com. Riset-riset terkini dalam bidang pendidikan yang dilakukan para mahasiswa program doktoral asal Indonesia di Amerika Serikat. Pemaparan mereka berlangsung pada acara Bincang Karya yang digelar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington D.C. melalui Kantor Atase Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia secara daring.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Keuangan dan Umum Lembaga Pengelola Dana Keuangan (LPDP), Emmanuel Agust Hartanto, mengatakan pendidikan merupakan kunci menurunkan kemiskinan, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mencapai kesetaraan gender, dan juga memperkuat kualitas sumber daya manusia. “Indonesia butuh sistem pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara, supaya kualitas sumber daya manusia bisa meningkat, khususnya untuk membangun reformasi pendidikan dan mencapai hasil yang lebih baik,” jelas Emmanuel.
Hal yang sama juga dikatakan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, Rosan P. Roeslani. Ia mengatakan dunia pendidikan Indonesia memiliki tantangan yang besar yang disebabkan adanya pandemi Covid-19. Namun menurutnya pemerintah terus berusaha memastikan pendidikan hadir ditengah masyarakat. “Pemerintah terus berupaya memberikan pendidikan yang inklusif kepada semua lapisan masyarakat. Salah satunya dengan cara memberi kelonggaran kepada tiap sekolah untuk menggunakan kurikulum sesuai dengan kebutuhan masing-masing,” tutur Dubes Rosan.
Dubes Rosan juga menggarisbawahi bahwa komitmen ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 poin empat dalam hal tujuan menciptakan pendidikan global. “Pemerintah merasa bahwa dunia harus memulihkan sektor pendidikan setelah pandemi melanda. Kebutuhan dunia kerja khususnya di masa pasca pandemi telah berubah. Oleh karena itu, kita perlu menata kembali bagaimana pendidikan dapat menjawab tantangan dunia di era pasca pandemi ini,” ujarnya.
Dalam webminar tersebut Betsy McEneaney dari Department Chair of Teacher Education and Curriculum Studies, College of Education, University of Massachusetts, Amherst, menjelaskan ragam program di College of Education dan kelebihan- masing-masing departemen. “Dalam Teacher Education and Curriculum Studies, English Language Acquisition, kami memiliki banyak sarjana dan mahasiswa doktoral di bidang ini. Departemen kami juga diisi orang-orang yang bekerja di bidang pendidikan imigran dan pengungsi,” tutur Betsy.
Sedangkan Matt Laverne dari Associate Dean and the Graduate College of Oklahoma State University, , menjelaskan riset terkait dan pengembangan profesi bidang pendidikan. “Salah satu cara yang kami lakukan adalah melalui program Keterampilan Kritis 3600 untuk Kesuksesan Karier, yang merupakan program opsional, serta melibatkan kredensial di sejumlah bidang dalam pengembangan profesional,” terang Matt.
Dalam paparannya calon doktor Bidang Education Leadership and Policy Analysis di University of Wisconsin-Madison, Aziz Awaludin, menuturkan risetnya saat ini berfokus pada proses penyusunan rencana kerja distrik sekolah perkotaan di Amerika Serikat untuk membentuk pemimpin sekolah yang mengedepankan kesetaraan.
“Saya menggunakan Epistemic Network Analysis (ENA), metode baru untuk memetakan kerangka berpikir dari data kualitatif. Ini disebabkan karena isu rasial di Amerika Serikat sangat penting, sehingga penelitian ini sangat signifikan dalam melihat peta dari kerangka kerja yang dikembangkan distrik tersebut,” terang Aziz.
Pembicara lainnya, calon doktor Bidang Educational Psychology dari Oklahoma State University, , Jati Ariati, memaparkan risetnya tentang pengalaman mahasiswa internasional di kelas daring di institusi yang didominasi kulit putih. “Penelitian ini juga akan melihat persepsi mereka tentang sense of belonging,” paparnya.
Jati menuturkan penelitiannya ini akan membantu dirinya mendesain kelas daring (blended dan fully online) yang lebih inklusif. “Ke depan, saya harap penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan indikator dalam melakukan evaluasi belajar mengajar,” tutup Jati.
Program Bianka terselenggara berkat kerja sama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington, D.C., MRPTNI, serta LPDP dan akan berlanjut hingga beberapa seri ke depan. Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) RI di Washington, D.C., Popy Rufaidah, menjelaskan tujuan diadakannya Bianka ini adalah untuk membuka peluang kerja sama antara perguruan tinggi di Indonesia dan di Amerika Serikat dalam bidang pendidikan.
“Diharapkan juga jumlah mahasiswa Indonesia yang melanjutkan studi ke Amerika serikat semakin meningkat. Mereka bisa memanfaatkan beasiswa yang telah pemerintah sediakan seperti misalnya, LPDP,” tutur Atdikbud Popy.***
What's Your Reaction?