Resiliensi Guru di Masa Pandemi
Resiliensi merupakan kemampuan individu dalam bertahan, beradaptasi, dan bangkit ketika menghadapi suatu situasi yang sulit dan menantang. Guru menjalani masa terberat selama pandemi. Faktor apa saja yang membuat guru mampu bertahan dan tetap mengajar dengan baik?
HAMBATAN dan tantangan yang dihadapi seseorang di masa pandemi memang banyak sekali. Bukan hanya dirasakan siswa. Banyak guru juga merasakan tekanan. Apalagi selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) guru tidak bisa mendampingi dan membimbing anak-anak secara langsung. Hal ini dapat menyebabkan resiliensi guru menurun. Belum lagi ketika harus menghadapi berbagai tuntutan sehari-hari dengan pendapatan yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Tekanan-tekanan tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas pengajaran yang ia berikan.
Apa itu resiliensi?
Amelasasih (2021) mengungkapkan bahwa resiliensi merupakan kemampuan individu dalam bertahan, beradaptasi, dan bangkit ketika menghadapi suatu situasi yang sulit dan menantang. Kemampuan resiliensi sangat dibutuhkan oleh para guru karena sebagai role model bagi muridnya. Banyak orang yang berminat pada profesi guru saat ini sebagai kemampuan dalam mengabdi, efikasi diri, dan bermotivasi dalam mengajarkan kepada muridnya.
Resiliensi juga memiliki beberapa faktor. Di antaranya adalah faktor protektif dan faktor risiko. Faktor protektif berupa karakteritik yang diasosiasikan secara positif dalam kesehatan mental seperti stres koping, efikasi diri, dan dukungan sosial. Sedangkan pada faktor risiko adalah karakteristik yang terasosiasikan negatif dalam kesehatan mental seperti burnout, stres, dan lain-lain (Akbar&Tahoma, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amalia dan Ridho (2021) mengungkapkan bahwa resiliensi yang dimiliki oleh guru di masa pandemi termasuk baik apabila mereka mampu untuk beradaptasi dan mengendalikan emosinya dalam menghadapi rasa tidak nyaman dan berusaha untuk mengambil sisi positif dalam setiap kejadian yang terjadi dalam kehidupannya. Hal ini terjadi dikarenakan adanya pengaruh religiusitas dan dukungan sosial.
Selain itu, motivasi yang dimiliki guru juga berpengaruh pada resiliensi yang dimiliki. Dengan adanya niat dari hati untuk mengajar, ingin mengabdi dan ibadah maka tidak menghalangi para guru untuk terus mengajar meskipun adanya ketidakseimbangan antara kerja dan honorarium. Hal ini dikarenakan tujuan utama guru tidak pada duniawi, namun pada kebahagiaan, ketenangan, dan pahala yang akan didapatkan ketika di akhirat. Para guru yang fokus pada sehatnya mental maka akan mendapat kebahagiaan, merasa diriya bermanfaat bagi orang lain, serta dapat beradaptasi dengan berbagai keadaan sehingga dapat terhindar dari stres dan perilaku yang tidak baik.
Riset Akbar dan Tahoma (2018) membuktikan bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh yang besar dalam resiliensi yang dimiliki oleh guru. Hal ini dikarenakan dukungan sosial dijadikan sebuah dorongan bagi para guru dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dan menyadarkan bahwa masih terdapat orang yang peduli dengan mereka sehingga dapat meningkatkan resiliensi para guru.
Berdasarkan dari beberapa penelitian dan penjabaran di atas dapat diketahui bahwa para guru di masa pandemi menghadapi berbagai tekanan dan tuntutan. Namun guru-guru hebat adalah mereka yang memiliki resiliensi yang tinggi sehingga tidak mudah untuk menyerah dan tetap terus berusaha memberikan yang terbaik.
DAMAYANTI INDAH
REFERENSI:
Akbar, Z., Tahoma, O. (2018). Dukungan sosial dan resiliensi diri pada guru sekolah dasar. Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, 7(1): 53-59.
Amalia, R., Ridho, A.A. (2021). Resiliensi pada guru honorer di masa pandemik. Edu Consilium: Jurnal BK Pendidikan Islam, 2(1): 12-20.
Amelasasih, P. (2021). Resiliensi pada guru honorer. Indonesian Psychological Research, 3(1): 8-14.
What's Your Reaction?